Etika
dalam Masyarakat Kampus
Perguruan
Tinggi adalah suatu lembaga yang didalamnya terdiri atas sivitas akademika yang
meliputi tenaga pendidik, dosen, karyawan, dan mahasiswa. Ketika Mahasiswa baru
mulai memasuki perguruan tinggi, disitulah akan mengenal suasana baru dalam
suatu lembaga.
Disitulah mahasiswa akan mulai mengenal dan berinteraksi antara
dosen, karyawan, dan seniornya. Oleh sebab ini, mahasiswa harus belajar masalah
etika, supaya mereka akan menjadi bagian dari sistim tersebut.
Etika
dalam masyarakat kampus akan bersifat universal atau sama. Namun tata krama
perguruan tinggi akan berbeda. Sesuai dengan adat kebiasaan serta kesepakatan
dalam masyarakat kampus. Tata krama yang bersifat lokal ini akan memengaruhi
tabiat dan perilaku anggota akademiknya yang terpancar dalam tabiat dan
perilaku anggota.
1)
Landasan Etika Akademik
Sikap
akademik dipengaruhi oleh seberapa tinggi pendidikan dan ilmu yang didapat.
Semakin ttinggi pendidikan dan ilmu yang didapat, maka semakin luas wawasan
yang didapat. Perilaiu pakar yang lebih berpengalaman dan kompeten berarti
memiliki kadar akademik yang lebih tinggi dibandingkan para mahasiswa baru yang
memasuki dunia kampus. Sikap yang seperti
ini harus memiliki penguasaan ilmu dan aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari karena wawasan seseorang dipengaruh oleh pengalaman empirik.
Dalam
etika akademik ini bentukan kesadaran terhadap pentingnya kemanusiaan dalam
pergaulan sosial yang didasarkan oleh ilmu pengetahuan. Jika rendahnya ilmu
pengetahuan ini, maka dikawatirkan sikap yang keluar adalah sikap nafsu hewan.
Maka dari itu, pemahaman ilmu filsafat dan teknologi dalam kasus humaniora
sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu etika akademik, yang
dikembangkan dalam metode ilmiah, logika, otoritas dan istiusi akan
dekembangkan sebagai berikut.
(1) Metode
ilmiah
Ilmu
pada hakikatnya adalaha mencari jawaban yang benar atas berbagai argumen dan
pernyataan yang benar, disebut epistemologi. Landasan ini berkembang kurang
dari epat abad yang lalu.
Metode
ilmiah memperhatikan fakta-fakta yang objektif menggunakan observasi atau
eksperimen untuk mengumpulkan data dan dikembangkan serta dianalisis dan
diinterprestasikan untuk menghasilkan ilmu yang pasti.
(2) Logika
Proses
berpikir secara ilmiah yang menggunakan akal pikiran manusia secara nalar.
Proses berpikir secara logika deduktif adalah penarikan kesimpulan dari yang
umum ke yang khusus/individu. Sedangkan logika secara induktif yaitu
kebaoikanya
(3) Otoritas
Otoritas
adalah penjelasan orang lain yang kredibilitas yang masalah keilmuanya dapat
dipertanggung jawabkan. Dengan kata lain, otoritas adalah perkataan para
ahli-ahli di bidangnya yang dapat diandalkan masalah keilmuanya.
(4)
Intuisi
Selain
logika dan otoritas, maka manusia juga menggunakan intuisi dalam mencari
kebenaran untuk mengembangkan pengetahuannya. Akan tetapi, hanya intuisi
orang-orang yang sudah berpengalaman banyak dan mendalami bidang ilmu yang
dikuasainya yang dapat diandalkan.
(5)
Ilmu
melandasi etika
Manusia
mengembangkan ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupannya. Ilmu yang dikembangkan menawarkan berbagai kemudahan dalam
pemecahan masalah kehidupan manusia. Menggunakan ilmu dalam pemecahan masalah,
manusia dapat meramalkan dan mengendalikan fenomena alam.
2) Sikap dan Etika
Akademik
a.
Sikap
Akademik
Sikap adalah perbuatan, perilaku,
gerak-gerik yang berdasarkan pada pendirian (pendapat atau keyakinan).
Seseorang yang memiliki sikap akan selalu melakukan perbuatan yang dilandasi oleh
pendirian yang jelas, pendapat dan keyakinan yang jelas pula. Warga sivitas
akademika, yaitu dosen dan mahasiswa dituntut mengerti dan melaksanakan sikap
akademik, mengerti kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. Seorang
sivitas akademika memiliki sikap akademik yang antara lain sebagai berikut.
Keingintahuan.
Yaitu seorang akademisi senantiasa mempertanyakan
berbagai hal yang dihadapinya, mengkaji hal-hal yang telah mapan maupun hal-hal
yang tengah dikembangkan. Ia bertanya-tanya dan berupaya mencari jawaban yang
benar dengan prosedur yang tepat.
Kritis.
Yaitu tidak menerima begitu saja terhadap informasi yang diperoleh, setiap
informasi yang diterima diuji dulu kebenaranya, dikonfirmasi, dan menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali kebenaran dan validitas informasi
tersebut.
Terbuka.
Seorang akademisi harus bersikap terbuka yaitu bersedia dikritik dan mampu
menerima pendapat atau sanggahan dari orang lain. Dalam mencerna gagasan, ide,
saran dan tanggapan seorang akademisi harus bersikap terbuka tidak
mecampuradukkan penalaran dan emosi yang diwujudkan dalam pemikiran yang
obyektif.
Objektif.
Artinya seorang akademisi harus melihat sesuatu
secara nyata apa adanya yaitu berdasarkan fakta dan bukti, bukan asumsi atau
opini belaka. Sikap objektif ini menghasilkan sifat menghargai karya orang
lain.
Tekun
dan konsisten. Seorang akademisi dalam mengembangkan
dan mempelajari ilmu pengetahuan haruslah tekun dan konsisten dalamprosesnya
untuk dapat menghasilkan sebuah pengetahuan yang benar. Berani mempertahankan
kebenaran adalah bagian dari sikap akademik.
Berani
mempertahankan kebenaran. Kebenaran akademik
adalah kebenaran objektif yaitu berdasarkan metode ilmiah, dapat diuji
kebenarannya dan bukan subjektif. Kebenaran didukung oleh fakta dan data,
otoritas, dan intutitf dari pendapat pakar dibidangnya. Seorang akademisi harus
berani mempertahankan kebenaran yang diyakininya, sehingga tidak mudah untuk
diombang-ambing oleh orang lain.
Berpandangan
ke depan. Pandangan seorang akademisi haruslah
berproyeksi pada 10 tahun atau 20 tahun ke depan. Hal tersebut akan mendorong
dirinya untuk selalu bekerja keras dan tekun. Sikap visioner ini akan terwujud
apablia akademisi memiliki independensi yang tercakup dalam kebebasan mimbar
akademik dan otonomi keilmuan.
Independen.
Seorang akademisi memiliki kebebasan akademik yaitu keluasaan untuk mengajar
dan membahas masalah tanpa campur tangan orang lain. Sikap ini akan
menghasilkan pemikiran akademisi yang kreatif dan inovatif.
Kreatif.
Seorang akademisi harus bersikap kreatif dan inovatif dalam mengembangkan iptek
yang bermanfaat di masyarakat. Kreatifitas haruslah terarah yaitu berdasarkan
nilai moral dan kemanusiaan. Maka perlulah sivitas akademika mengerti tentang
etika akademik.
b.
Etika Akademik
Dalam berinteraksi antar sivitas
akademika dikembangkan suatu ilmu tentang hal yang baik dan buruk dan tentang
hak dan kewajiban. Hal itulah yang disebut etika akademik. Etika dan tata krama
berbeda walaupun maknanya berimpit.
Tata krama adalah mengenai sopan santun
yang berlaku pada suatu komunitas tertentu yang menjadi sebuah kebiasaan. Etika
mempelajari pandangan-pandangan moral dan berdasarkan keadilan. Tata krama
berbicara mengenai pantas dan tidak pantas, sedangkan etika berbicara mengenai
perbuatan manusia yang timbul setelah proses dan kemauan yang ikhlas. Seseorang
yang beretika akademik dapat digambarkan memiliki sifat seperti berikut.
(i)
Apresiatif. Wujud
keadilan yang paling mudah adalah menunjukan apresiasi terhadap pemikiran dan
karya orang lain dengan alasan yang masuk akal. Perbuatan apresiatif mudah
dilaksanakan jika seseorang beranggapan dirinya tidak tahu segalanya tentang
sesuatu sehingga ia bersedia untuk belajar.
(ii) Agnostik.
Dalam bahsa arab adalah tawadhu atau
menganggap dirinya rendah dalam pengetahuan di hadapan alam yang kompleks dan
misterius. Seseorang yang agnostik tidak akan melakukan plagiat ataupun
membajak karya orang lain untuk dirinya sendiri.
(iii) Mengakui
otoritas. Setiap kali menggunakan hasil karya
ilmiah orang lain, baik dalam penyampaian lisan ataupun tulisan, harus
dinyatakan penulisnya. Jika mengutip karya orang lain harus mencantumkan nama
penulisnya. Perilaku atau tindakan yang pantas secara akademik adalah perilaku
yang tidak mengurangi integritas; menyampaikan informasi secara jujur dan benar
; menyajikan data dengan akurat; menyampaikan ide baru yang fress.
Etika
akademik mencegah seseorang berbuat curang atau tidak jujur. Sivitas akademika
harus memiliki kredibilitas, integritas dan mejunjung tinggi kejujuran dan
objektivitas. Atika akademik sejatinya adalah perilaku atau tindakan yang
pantas secara akademik, perilaku yang tidak mengurangi integritas. Terdapat
kasus pelanggaran etika akademik yang dilakukan oleh beberapa ilmuan yang telah
kehilangan integritasnya.
Falsifikasi
data yang paling sederhana, misalnya, dengan tidak memperhitungkan simpang baku
pada suatu studi atau misalnya secara ekstrim mengubah data penelitian agar
mendukung hipotesis. Contoh fabrikasi mengarang data semacam itu pernah
dilakukan oleh ilmuan berikut. (1.) Tian – Shing Lee, M.D., joslin diabetes
center, harvard medical school, USA (2.) Stephen Bruening (3.) V. J. Gupta.
Pelanggaran
etika lainya adalah plagiat, yaitu mengambil gagasan dan karya orang
lain,sebagian kecil atau sebagian besar maupun keseluruhan, tanpa menebutkan
sumbernya sehingga seolah-olah karya tersebut adalah karya sendiri. Plagiat
paling parah adalah pada abad ke- 20 dilakukan oleh Elias Alsabti di penghujung
tahun 1970-an.
Pelanggaran
etika sejatinya bukan sebebabkan oleh hilangnya kreativitas intelektual
seseorang, tetapi disebabkan oleh hilangnya integritas. Sivitas akademik
seharusnya jujur, adil, berkompeten dibidangnya, teguh, pantang menyerah,
peduli, dan memiliki empati.
Baik
etika maupun etika akademik, keduanya sangat memerlukan pemahaman yang memadai
tentang pengetahuannya yang dapat dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga membentuk masyarakat yang berlandaskan ilmu dan moral yang
tinggi, dengan tidak meninggalkan tata krama pergaulan yang tidak bertentangan
dengan kearifan.
Di
dunia kampus, pergaulan sivitas akademika adalah pergaulan sehari-hari antara
dosen mahasiswa. Dosen dituntut menghormati mahasiswa dan sebaliknya mahasiswa
dituntut menghormati dosennya. Tata krama yang harus tumbuh dan berkembang
dikampus tidak jauh berbeda denga lingkungan umum. Oleh karena itu, di samping
pemahaman akan esensi etika dan etika akademik, menjadi perlu untuk diketahui
dan dilaksanakan.
Penutup
Etika
dan etika akademik merupakan tata pergaulan masyarakat kampus dan bersamaan
dengan tata krama pergaulan antar sivitas akademik. Sikap kritis, terbuka,
objektif, menghargai karya orang lain, disiplin, jujur, kreatif, independen,
agnostik, apresiatif, menghargai otoritas, berintegritas, dan empati perlu
dikembangkan dalam diri sivitas akademik. Sehingga nantinya setelah lulus mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sivitas akademika
Universitas Jenderal Soedirman dituntut untuk dapat menghayati dan mengamalkan
amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam kehidupan sehari-hari.
0 Comments