Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus Dengue ditemukan di daerah tropik
dan sub tropik kebanyakan di wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini
(Kemenkes RI, 2018). Penyakit DBD pertama kali dikenal di Filipina
pada tahun 1953. Sindromnya secara etiologis berhubu
ngan dengan virus dengue
ketika serotipe 2, 3, dan 4 diisolasi dari pasien di Filipina pada tahun 1956,
2 tahun kemudian virus dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama
epidemik di Bangkok, Thailand. Selama tiga dekade berikutnya, demam berdarah
ditemukan di Kamboja, Cian, India, Indonesia, Masyarakat Republik Demokratis
Lao, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa
kelompok kepulauan Pasifik (WHO, 1999). Sebelum tahun 1970,
hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit
endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi
terjadinya kasus DBD. Kasus di
seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta pada 2008
dan lebih dari 3,2 juta pada 2015 (berdasarkan data resmi yang disampaikan oleh
Negara Anggota WHO). Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan terus
meningkat. Pada 2015, 2,35 juta kasus demam berdarah dilaporkan di Amerika, di
mana 10.200 kasus didiagnosis menderita demam berdarah parah yang menyebabkan 1.181
kematian. Pada tahun 2018, demam berdarah juga dilaporkan dari Bangladesh,
Kamboja, India, Myanmar, Malaysia, Pakistan, Filipina, Thailand, dan Yaman.
Diperkirakan 500.000 orang terkena demam berdarah berat memerlukan rawat inap
setiap tahun, dengan perkiraan 2,5% kasus kematian setiap tahunnya. Secara umum,
terjadi penurunan kasus kematian sebesar 28% yang tercatat antara 2010 dan 2016
dengan peningkatan yang signifikan dalam manajemen kasus melalui peningkatan
kapasitas di negara tersebut (WHO, 2018).
Sedangkan
kasus
DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 dengan
jumlah kasus sebanyak 58 penduduk. Hingga pada tahun 2009 terjadi peningkatan
jumlah provinsi dan kota yang endemis DBD, dari dua provinsi dan dua kota
menjadi 32 provinsi dan 382 kota dengan jumlah kasus 158.912 penduduk (Kemenkes RI dalam Divy dkk, 2018). Indonesia tahun 2013
mencatat Angka Insiden (AI) sebesar 45,85 per 100.000 penduduk atau 112.511
kasus, dan tahun 2014 bulan Januari-April tercatat AI sebesar 5,17 per 100.000 penduduk
atau 13.031 kasus. Hingga tahun 2010, Indonesia masih menduduki peringkat atas
untuk jumlah kasus DBD di ASEAN yaitu 150.000 kasus (WHO dalam Divy dkk, 2018). Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak
126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya
meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia
pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya
kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan (Kemenkes RI, 2016). Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus
68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak
204.171 kasus. Sedangkan
perbandingan kasus kematian pada tahun 2017 berjumlah 493 kasus jika dibandingkan tahun
2016 berjumlah 1.598 kasus, kasus ini mengalami penurunan hampir 3 kali lipat. Fakta
menarik lainnya, provinsi dengan jumlah kasus tertinggi
terjadi di 3 (tiga) provinsi di Pulau Jawa, masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak
10.167 kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus. Data
tersebut tidak sebanding dengan jumlah kasus kematiannya karena kasus kematian
tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur sebanyak 105 kasus dan diikuti oleh
Provinsi Jawa Tengah sebanyak 92 kasus. Sedangkan untuk jumlah kasus terendah
terjadi di Provinsi Maluku Utara dengan jumlah 37 kasus (Kemenkes RI, 2018).
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi Demam
Berdarah Dengue (DBD)
2. Mengetahui model
penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
3. Mengetahui gejala
dan tanda timbulnya Demam Berdarah Dengue (DBD)
4. Mengetahui riwayat alamiah
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
5. Mengetahui
diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)
6. Mengetahui
pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
7. Mengetahui
pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Demam berdarah adalah
penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue yang masuk ke peredaran
darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, seperti Aedes aegypti
atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling banyak ditemukan. Nyamuk dapat membawa
virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus
tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari,
nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia
sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang
relatif singkat dan menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa
yang disebabkan oleh virus dengue (Hastuti, 2008).
Demam berdarah (DBD)
adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus dengue yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh
darah kapiler dan sistem pembekuan darah
sehingga mengakibatkan perdarahan yang dapat menimbulkan kematian
(Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus
Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini
berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI,
2016).
B.
Model Penularan DBD
Penyakit DBD dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau
wabah. Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue.
Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu
jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika orang digigit
nyamuk Aedes aegypti maka virus
dengue masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus
dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh
bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur
nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan
ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan kepada orang lain.
Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka alat tusuk nyamuk
(probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah itu diisap, terlebih dulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang diisap tidak
membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada
orang lain. Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue itu, akan terserang
penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap
virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya
terdapat virus itu. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang
cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit
berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari
tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya (Tjokronegoro, 1999).
Ada 2 faktor tentang
terjadinya manifestasi yang lebih berat itu yang dikemukakan oleh pakar demam
berdarah dunia.
1. Teori infeksi primer/teori virulensi : yaitu munculnya
manifestasi itu disebabkan karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih
virulen.
2. Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi
berat bila terjadi infeksi ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda
dengan infeksi sebelumnya (Tjokronegoro, 1999).
C.
Gejala dan Tanda
Pada kasus DBD terjadi demam tinggi berlangsung selama
3 hingga 14 hari. Gejala lain dari demam berdarah adalah: Nyeri retro-orbital
(pada bagian belakang mata), sakit kepala pada bagian depan , nyeri otot, Rash
(bintik merah pada kulit), sel darah putih rendah, pendarahan, dan dehidrasi (Kesehatan
dan Layanan dalam Jaweria, 2016). Dalam sebagian besar kasus, infeksi dengue
tidak menunjukkan gejala, terlebih pada pasien yang sebelumnya tidak memiliki
riwayat penyakit. Jika pasien tidak mendapatkan perawatan tepat waktu maka penyakit
dapat bertambah parah. Tanda-tanda yang muncul pada kondisi ini meliputi: muntah
yang persisten, sakit perut akut, perubahan suhu tubuh, dan iritabilitas
(Hyattsville dalam Jaweria, 2016). Demam berdarah dengue dapat berubah menjadi
dengue shock syndrome (DSS) dengan
gejala seperti: kulit yang dingin, gelisah, denyut nadi cepat, sempit dan lemah
(Jaweria, 2016).
Menurut Widoyono (2011), tanda dan gejala DBD meliputi:
1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+),
mulai dari petekie (+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah,
atau buang air besar darah-hitam
3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal :
150.000-300.000 µL), hematokrit meningkat (normal : pria < 45,
wanita < 40)
4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome).
D.
Riwayat Alamiah Penyakit
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini
terjadi interaksi antara pejamu (Host)
dan agen nyamuk Aedes aegypti yang
telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika imunitas pejamu sedang lemah, seperti
mengalami kurang gizi dan keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan maka
virus dengue yang telah menginfeksi nyamuk Aedes
aegypti akan melanjutkan riwayat alamiahnya yakni ke tahap Patogenesis (Najmah, 2016).
2. Tahap Patogenesis
Masa inkubasi
virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari), nyamuk yang
terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia yang terinfeksi
adalah pembawa utama dan pengganda virus, melayani sebagai sumber virus nyamuk
yang tidak terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan virus dengue dapat
menularkan infeksi (selama 4-5 hari, maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka
muncul (Najmah,
2016).
Klasifikasi WHO
tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan sebagai berikut :
1)
Demam berdarah dengue adalah demam yang berlangsung dari 2-7 hari, bukti
hemoragik manifestasi atau tes tourniquet positif, trombositopenia (<100,000
sel per mm3), bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit >20% di atas rata-rata untuk usia
atau penurunan hematokrit >20% dari awal mengikuti terapi pengganti cairan),
atau efusi pleura, asites atau hypoproteinemia.
2)
Sindrom Dengue Lanjut pada tahap shock (Dengue Shock
Sindrome (DSS)) adalah penderita DHF yang lebih
berat ditambah dengan adanya tanda-tanda renjatan: denyut nadi lebih lemah dan
cepat, tekanan nadi lemah (< 20 mmHg), hipotensi
dibandingkan nilai normal pada usia tersebut, gelisah, kulit berkeringat dan dingin.
3. Tahap Pasca Patogenesis
Apabila
pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh sempurna tetapi apabila
penyakit tidak ditangani dengan segera atau pengobatan yang dilakukan tidak
berhasil maka akan mengakibatkan kematian.
E.
Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 1997 teridir dari kriteria klinis dan laboratorium
a. Kriteria klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan, jenis perdarahan
yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede = uji bendung) positif,
petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan melena. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal biasanya terjadi menyertai
syok. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau hematuri. Uji
tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam
diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada
lipatan siku (fossa cubiti).
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit
lembab, dan gelisah.
b. Kriteria laboratorium
1. Trombositopenia (< 100.000/mm3),
2. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan
hematokrit 20 % atau lebih menurut standar umum dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis
pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi (atau peningkatan
hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan/atau
hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan/atau
terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya
trombositopenia mendukung diagnosis DBD (Tjokronegoro,1999).
F.
Pencegahan
1.
Pencegahan Primordial
Saat ini, cara
untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus demam berdarah adalah dengan
memberikan penyuluhan yang sangat penting untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai bahaya nya DBD.
Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal
dengan istilah 3M Plus dalam pencegahan
primer DBD yaitu :
a.
Menguras, tempat
penampungan air dan membersihkan secara berkala, minimal seminggu sekali karena
proses pematangan telur nyamuk Aedes
3-4 hari dan menjadi larva di hari ke 5-7. Seperti, di bak mandi dan kolam
supaya mengurangi perkembangbiakan nyamuk.
b.
Menutup, Tempat-tempat
penampungan air. Jika setelah melakukan aktivitas yang berhubungan dengan
tempat air sebaiknya anda menutupnya supaya nyamuk tidak bisa meletakkan
telurnya kedalam tempat penampungan air. Sebab nyamuk demam berdarah sangat
menyukai air yang bening.
c.
Mengubur, kuburlah
barang-barang yang sudah tidak layak dipakai yang dapat memungkinkan terjadinya
genangan air.
d.
Plus yang
bisa dilakukan tergantung kreativitas Anda, misalnya :
1)
Memelihara ikan cupang yang merupakan
pemakan jentik nyamuk.
2)
Menaburkan bubuk abate pada kolam atau
bak tempat penampungan air, setidaknya 2 bulan sekali. Takaran pemberian bubuk
abate yaitu 1 gram abate/ 10 liter air. Tidak hanya abate, kita juga bisa
menambahkan zat lainnya yaitu altosoid pada tempat penampungan air dengan
takara 2,5 gram/ 100 liter air. Abate dan altosoid bisa didapatkan di
puskesmas, apotik atau toko bahan kimia.
3)
Menggunakan obat nyamuk, baik obat
nyamuk bakar, semprot atau elektrik.
4)
Menggunakan krim pencegah gigitan
nyamuk.
5)
Melakukan pemasangan kawat kasa di
lubang jendela/ventilasi untuk mengurangi akses masuk nyamuk ke dalam rumah.
6)
Tidak membiasakan atau menghindari
menggantung pakaian baik pakaian baru atau bekas di dalam rumah yang bias
menjadi tempat istirahat nyamuk.
7)
Sangat dianjurkan untuk memasang kelambu
di tempat tidur.
2.
Pencegahan Primer
Beberapa bentuk pencegahan
primer yaitu dengan pengendalian vektor dan implementasi vaksin. Saat ini
vaksin dengue sudah ditemukan, akan tetapi belum ditetapkan sebagai imunisasi
dasar lengkap oleh pemerintah sehingga harganya masih belum terjangkau oleh
masyarakat umum (Susanto dkk, 2018).
3.
Pencegahan Sekunder
Untuk demam
berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh dokter atau perawat yang
berpengalaman, pengobatan medik dapat menurunkan angka kematian lebih dari 20%
sampai 1%. Menjaga volume cairan tubuh pasien adalah hal yang sangat kritikal
untuk pasien dengan demam berdarah yang aparah. Diperlukan pengawasan
penderita, kontak dan lingkungan sekitar dengan melaporkan kejadian kepada
instansi kesehatan setempat, mengisolasi atau waspada dengan menghindari
penderita demam dari gigitan nyamuk pada siang hari dengan memasang kasa pada
ruang perawatan penderita dengan menggunakan kelambu yang telah direndam dalam
insektisida, atau lakukan penyemprotan tempat pemukiman dengan insektisida yang
punya efek knock down terhadap nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang
meninggalkan residu. Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi :
selidiki tempat tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit.
4.
Pencegahan Tersier
Untuk penderita
DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan pencegahan primer dengan sempurna.
Melakukan stratifikasi daerah rawan wabah DBD diperlukan bagi dinas kesehatan
terkait.
G.
Pengobatan
Demam berdarah biasanya merupakan penyakit yang
dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada pengobatan
antivirus khusus saat ini tersedia untuk demam berdarah demam.
Perawatan pendukung
dengan cukup memberikan analgesik, penggantian cairan, dan istirahat yang cukup.
Saat
ini belum ditemukan obat yang benar-benar bermanfaat untuk mengobati demam berdarah dan hubungannya maupun komplikasi. Namun,
Acetaminophen dapat digunakan untuk
mengobati demam dan meringankan gejala lainnya. Aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan kortikosteroid
seharusnya dihindari. Penatalaksanaan demam berdarah yang parah
membutuhkan perhatian pada pengaturan cairan dan perawatan pendarahan. Metilprednisolon dosis tunggal
menunjukkan tidak ada manfaat mortalitas dalam pengobatan syok
dengue sindrom pada calon, acak, double-blind, uji coba terkontrol placebo (Pooja dkk, 2014).
Cara penanganan DBD menurut Depkes RI (2004) ada 2 macam, yaitu:
1.
Penanganan
Simtomatis : mengatasi keadaan sesuai keluhan dan gejala klinis pasien. Pada
fase demam pasien dianjurkan untuk : tirah baring, selama masih demam, minum
obat antipiretika (penurun demam) atau kompres hangat apabila diperlukan,
diberikan cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 (dua) hari.
2.
Pengobatan
Suportif : mengatasi kehilangan cairan plasma dan kekurangan cairan. Pada saat
suhu turun bisa saja merupakan tanda penyembuhan, namun semua pasien harus
diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari, setelah suhu
turun. Karena pada kasus DBD bisa jadi hal ini merupakan tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok), sehingga tetap perlu dimonitor suhu badan, jumlah trombosit
dan kadar hematokrit, selama perawatan. Penggantian volume plasma yang hilang,
harus diberikan dengan bijaksana, apabila terus muntah, demam tinggi, kondisi
dehidrasi dan curiga terjadi syok (presyok). Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% didalam larutan NaCL 0,45%. Jenis cairan sesuai rekomendasi WHO,
yakni: larutan Ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA), garam faali (GF),
(golongan Kristaloid), dekstran 40, plasma, albumin (golongan Koloid).
Beberapa tindakan menurut Pooja (2016) dapat
diambil sebagai perawatan pendukung demam
berdarah. Mereka dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
1. Untuk terduga (suspek) demam
berdarah:
a. Pasien dengan dehidrasi sedang yang disebabkan oleh
demam tinggi dan muntah direkomendasikan terapi rehidrasi oral.
b. Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur
setiap hari dari hari ketiga sakit hingga 1-2 hari setelah
suhu badan menjadi normal.
c. Pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi dan
peningkatan kadar hematokrit atau penurunan jumlah trombosit telah
mengganti defisit volume intravaskular di bawah tutup observasi
2. Untuk demam berdarah parah:
a. Demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian lebih terhadap pengaturan cairan dan
pengobatan perdarahan secara proaktif. Masuk
ke unit perawatan intensif untuk pasien yang terindikasi sindrom
syok dengue.
b. Pasien mungkin memerlukan jalur intravena sentral
untuk volume penggantian dan garis arteri untuk tekanan darah
yang akurat pemantauan dan tes darah yang sering.
c. Defisit volume intravaskular harus dikoreksi dengan cairan
isotonik seperti larutan Ringer lactat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demam berdarah adalah penyakit demam
akut yang disebabkan oleh virus dengue, dengan agent Aedes aegypti dengan lingkungan banyak genangan atau penampungan
air memungkinkan untuk berkembangbiaknya nyamuk. Pencegahan DBD dapat dilakukan
dengan imunisasi vaksin demam berdarah, penyuluhan kesehatan, rutin melakukan
“Gerakan 3 M” (Menguras, Menutup, Mengubur) dan fogging. Virus dengue
membutuhkan waktu berkisar selama 4-10 hari sampai timbulnya gejala, pasien
yang sudah terinfeksi dengan virus dengue dapat menularkan infeksi (selama 4-5
hari : maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka
muncul. Oleh sebab itu, jagalah kesehatan dan lingkungan dengan melakukan
“Gerakan 3 M” supaya terhindar dari penyakit DBD.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2004. Tatalaksana DBD di
Indonesia. Jakarta: Dirjen P2MPL.
Divy, Ni Putu Anindya, dkk., 2018.
Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUP Sanglah Bulan
Juli-Desember Tahun 2014. E-Jurnal Medika,
7(7), pp. 1-7.
Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Kanisius.
Jaweria, Anum, dkk., 2016. Dengue Fever: Causes, Prevention and Recent
Advances. Journal of Mosquito Research,
6(29), pp. 1-9.
Kemenkes RI. 2016. Situasi Demam
Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit
Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Jakarta : Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.
Misnadiarly, Ed.1.
2009. Demam Berdarah Dengue (DBD):
Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa untuk Mengatasi DBD. Jakarta : Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Najmah. 2016. Epidemiologi
Penyakit Menular. Jakarta : Trans Info Media.
Pooja, Chawla, Yadav Amrita, dan Chawla Viney., 2014. Clinical Implications
and Treatment of Dengue. Asian Pacific
Journal of Tropical Medicine, pp. 169-178.
Susanto, Bambang H., dan Aras U., 2018. Hubungan Faktor Lingkungan
Institusi Pendidikan dan Perilaku Siswa dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
Anak Usia 5-14 Tahun. Jurnal Kedokteran
Diponegoro, 7(4), pp. 1696-1706.
Tjokronegoro, Arjatmo
dan Hendra Utama. 1999. Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue
Edisi 2: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
WHO. 2018. Dengue and Severe Dengue.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
0 Comments