TUGAS
TERSTRUKTUR
MATA
KULIAH DASAR EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penelitian adalah suatu proses untuk mendapatkan jawaban suatu
pertanyaan, penyelesaian suatu permasalahan atau pemahaman yang
dalam terhadap suatu fenomena secara sistematis dan didukung oleh data.
Penelitian pendidikan adalah penelitian untuk mendapatkan jawaban,
penyelesaian masalah atau pemahaman mendalam tentang pendidikan
melalui metode ilmiah, yaitu sistematis, rasional dan empiris
(Beaglehole, 2007).
Untuk mendapatkan kebenaran yang berdasarkan pada fakta kegiatan
penelitian ilmiah memerlukan tahap-tahap yang sistematis. Kegiatan penelitian
harus sesuai aturan tertentu, logis sesuai dengan penalaran. Penelitian adalah
sebagai satu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan
suatu masalah. Salah satu metode ilmiah untuk memecahkan dan mengetahui
kebenaran suatu masalah adalah dengan studi penelitian deskriptif (Beaglehole,
2007).
Penelitian epidemiologi mempunyai tujuan untuk menjelaskan
etiologi dari suatu penyakit atau sekelompok penyakit, gangguan, efek, kondisi,
sindrom, ketidakmampuan, atau kematian melalui analisis pada data medis serta
epidemiologi dengan memakai manajemen informasi serta informasi yang bersumber
dari setiap bidang atau disiplin ilmu yang benar, termasuk ilmu sosial atau
perilaku. Salah satu metode ilmiah yang digunakan untuk memecahkan dan
mengetahui kebenaran suatu masalah adalah dengan studi penelitian deksriptif.
Penelitian epidemiologi deksriptif dalam bidang kesehatan
menggambarkan distribusi penyakit menurut variabel tempat, orang dan waktu.
Dalam penelitian deskriptif peneliti mengadakan eksplorasi fenomena tanpa berusaha
mencari hubungan antar variabel di dalam fenomena tersebut (Gulo, 2002).
B.
Tujuan
1. Mengetahui
definisi epidemiologi deskriptif
2. Mengetahui
tujuan epidemiologi deskriptif
3. Mengetahui
distribusi
penyakit menurut variabel tempat, orang dan waktu
C.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan epidemiologi
deskriptif?
2.
Apakah tujuan epidemiologi deskriptif?
3.
Bagaimana distribusi penyakit menurut
variabel manusia, tempat dan waktu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi deskriptif adalah epidemiologi yang
hanya mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran suatu masalah kesehatan
saja. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari epidemiologi
deskriptif, antara lain dapat mengetahui frekuensi dan distribusi masalah
kesehatan atau penyakit menurut keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang
dimaksud disini adalah menurut variable orang, variable tempat dan variable
waktu. Dengan mengetahui varibel orang, variable tempat dan variable waktu
dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui factor penyebab terjadinya suatu
masalah kesehatan pada suatu tempat. (Azwar, 2001)
Epidemiologi Deskriptif
terutama menganalisis masalah yang ada dalam suatu populasi
tertentu serta menerangkan keadaan dan sifat masalah
tersebut, termasuk berbagai faktor yang erat hubungannya dengan timbulnya
masalah. Bentuk kegiatan ini dapat memberikan gambaran tentang
adanya masalah dalam populasi tertentu dengan membandingkan populasi
tersebut terhadap populasi lainnya, atau dengan populasi yang sama pada waktu
yang berbeda. Bentuk ini banyak digunakan dalam mencari keterangan tenteng
keadaan derajat kesehatan maupun masalkah kesehatan dalam suatu populasi
tertentu pada waktu dan tempat yang tertentu pula.
Disamping itu, epidemiologi
deskriptif dapat pula memberikan gambaran tentang faktor yang mempengaruhi
timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan pada suatu
populasi tertentu dengan menggunakan analisis data epidemiologi dan data
informasi lain yang bersumber dari berbagai disiplin seperti data genetika,
biokimia, lingkungan hidup, mikrobiologi, sosial ekonomi dan sumber keterangan
lainnya. Sebagai contoh penggunaan epidemiologi deskriptif antara lain pada
usaha penanggulangan berbagai wabah penyakit menular yang timbul dalam
masyarakat. Selain itu, penggunaan epidemiologi deskriptif lebih sering kita
lihat pada analisis masalah kesehatan, penyusunan program kesehatan masyarakat
dan penilaian hasil usaha dibidang kesehatan masyarakat, serta bidang
lain yang berkaitan erat dengan kesehatan seperti bidang kependudukan,
keluarga dan gizi (Noor,2008).
Epidemiologi deskriptif mempelajari
kejadian dan distribusi penyakit. Kejadian penyakit dapat dipelajari melalui
riwayat alamiah penyakit. Dalam epidemiologi deskriptif, distribusi penyakitnya
menurut variabel variabel orang, waktu dan tempat (Lapau, 2011).
B.
Tujuan
Epidemiologi Deskriptif
Tujuan dari Studi
Epidemiologi Deskriptif :
1)
Untuk
dapat menggambarkan distribusi penyakit berdasarkan karakteristik populasi;
2)
Untuk
evaluasi trend masalah kesehatan dan membandingkan antara daerah;
3)
Untuk
dapat memperhitungkan besarnya masalah kesehatan sebagai basis perencanaan dan
evaluasi program;
4)
Untuk
identifikasi masalah kesehatan yg nantinya dilanjutkan dengan penelitian
analitik untuk uji hipotesa;
Epidemiologi
deskriptif juga merupakan studi epidemiologi yang bertujuan menggambarkan pola
distribusi penyakit dan determinan penyakit menurut orang, tempat, dan waktu
(Rajab, 2009).
C. Macam-Macam
Epidemiologi Deskriptif
1. Manusia
Variabel adalah sesuatu yang
dapat diamati dan dapat dihitung secara statistik. Variabel orang dalam
epidemiologi adalah karakteristik indvidu yang ada hubungannya dengan
keterpapanan atau kerentanan terhadap suatu penyakit (Rajab, 2009).
Setiap
orang pasti mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik
individu secara tidak langsung dapat memberi perbedaan pada sifat keterpaparan
maupun derajat risk dan reaksi individu terhadap keterpaparan.
Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetis bersifat tetap, seperti
jenis kelamin, ras, dan data kelahiran, faktor biologis yaitu yang berhubungan
erat dengan kehidupan biologis, seperti umur, status gizi, dan kehamilan, dan
faktor perilaku, seperti mobilitas, status perkawinan, tingkat pendidikan,
daerah tempat tinggal dan sebagainya.
a. Umur
Umur merupakan variabel yang
sangat penting dalam epidemiologi deskriptif karena cukup banyak penyakit
ditemukan dengan berbagai variasi frekuensi yang disebabkan oleh umur (Noor,
2008).
Umur sangat mempengaruhi
kemungkinan seseorang manusia utuk terpapar (contohnnya anak-anak sekolah yang
terpapar pada penyakit yang timbul pada masa kanak-kanak, dan orang dewasa yang
terppar penyakit akibat kerja), status imun, serta kondisi fisik dan mental
(Arias, 2009).
Hubungan antara frekuensi
penyakit dengan umur dinyatakan dalam bentuk age specific incidencemaupun prevalence (angka kejadadian
umur khusus), yakni jumlah kejadian suatu penyakit pada kelompok umur tertentu.
Umur mempunyai hubungan yang erat dengan keterpaparan dan mempunyai hubungan
yang dengan besar risiko penyakit dan sifat resistensi pada berbagai kelompok
umur tertentu.
Dengan demikian, adanya perbedaan
pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat mempunyai kemaknaan (pengaruh)
yang berhubungan dengan adanya perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan
menurut umur, adanya perbedaan dalam proses kejadian patogenesis, maupun adanya
perbedaan pengalaman terhadap penyakit tertentu (Noor, 2008).
Persoalan yang dihadapi adalah
apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval di dalam
pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola esakitan
atau kematian, dan apakah pengolompokan umur dapat dibandingkan dengan
pengelompokan umur pada penelitian orang lain. Untuk keperluar perbandingan
maka WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut :
1) Menurut
tingkat kedewasaan, yaitu :
0 – 14 Tahun : Bayi dan anak-anak
15 – 49 Tahun : Orang muda dan
dewasa
50 Tahun ke atas : Orang tua
2) Interval 5 Tahun :
Kurang dari 1 tahun,
1 – 4,
5 – 9,
10 – 14, dan sebagainya.
3) Untuk mempelajari
penyakit anak :
0 – 4 Bulan
5 – 10 Bulan
11 – 23 Bulan
2 – 4 Tahun
5 – 9 Tahun
9 – 14 Tahun
(Notoatmodjo, 2011).
Insiden campak berdasarkan
kelompok umur di Cirebon tahun 2004, 2007, 2008, dan 2010 insiden campak tertinggi
terjadi pada kelompok umur < 1 tahun, dan tahun 2005 dan 2006 insiden campak
tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun. Sedangakan tahun 2009 dan 2011 insiden
campak tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun. Insiden kasus campak terendah
tahun 2004 sampai 2011 pada kelompok > 15 tahun ( Dian et al,2012 ).
b. Jenis Kelamin
Perbedaan frekuensi penyakit
antara jenis kelamin wanita dan pria tergantung pada berbagai faktor seperti
perbedaan fisiologis, genetik, faktor risiko luar, tekanan emosional, kebiasaan
individu, dan pelayanan medik (Lapau,2011).
Jenis kelamin mempunyai hubungan
tersendiri yang cukup erat dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan
terhadap penyakit tertentu. Pertama, adanya penyakit yang hanya dijumpai pada
jenis kelamin tertentu terutama yang berhubungan dengan alat reproduksi atau
yang secara genetis berperan dalam perbedaan jenis kelamin, misalnya pada
hipertrofi prostat pada pria atau karsinoma payudara pada wanita. Kedua,
penyakit yang mempunyai kecenderungan hanya pada jenis kelamin tertentu atau
lebih sering dijumpai pada jenis kelamin tertentu seperti hipertiroidisme, batu
kandung empedu yang lebih sering pada wanita. Ketiga, kemungkinan timbulnya
perubahan frekuensi penyakit dari jenis kelamin tertentu ke jenis kelamin lainnya
(Noor, 2008).
c. Kelompok Etnik
Kelompok etnik meliputi kelompok
homogen berdasarkan kebiasaan hidup maupun homogenitas biologis/genetis. Dari
segi epidemiologi kelompok orang yang tinggal dan hidup bersama dalam waktu
yang cukup lama dan membutuhkan karakteristik tertentu baik secara biologis
maupun dalam hal mekanisme sosial merupakan salah satu hal yang harus
diperhatikan (Noor, 2008).
1) Ras
Ada tiga ras utama yang dikenal
di dunia yakni ras Kaukasia (kulit putih), Neroid (kulit hitam) dan Mongoloid
(kulit cokelat). Cukup banyak studi epidemiologi yang telah dilakukan tentang
perbandingan kejadian penyakit menurut ras tersebut (Noor, 2008).
Misalnya ras Negro yang secara
genetik mempunyai sel darah merah yang berbentuk oval sehingga ras Negro
tersebut menderita “sickle cell anemia”. Ras Negro secara sosio-ekonomis
termasuk golongan berpendapatan rendah sehingga mereka rentan untuk menderita
penyakit infeksi, misalnya penyakit TBC (Lapau, 2011).
Dalam menganalisis penyakit yang
berkaitan dengan ras penduduk, harus diperhatikan beberapa yang mungkin
berpengaruh antara lain :
a) Adanya penyakit tertentu yang secara genetis
berhubungan erat dengan ras, seperti anemia sickle sel ;
b) Adanya penyakit tertentu yang tampaknya mempunyai
perbedaan frekuensi terhadap ras, tetapi lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan
kebiasaan hidup ;
c) Adanya suku terasing dengan pengalaman penyakit
tertentu seperti penyakit kuru pada penduduk asli di Irian Jaya, begitu pula
adanya kelompok penduduk dengan ras tertentu yang memiliki sosial ekonomi serta
kehidupan kultural yang ketat dan dapat mempengaruhi frekuensi penyakit
tertentu (Noor, 2008).
2) Kelompok Etnik
Kelompok etnik lebih didasarkan
pada perbedaan adat, kebiaaan hidup, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan
hidup, jenis pekerjaan utama, dan lainnya. Dengan demikian, maka tingginya
angka risiko dan timbulnya perbedaan frekuensi kejadian penyakit dan kematian
erat hubungannya dengan perbedaan sifat – sifat tertentu (Noor, 2008).
d. Agama
Agama dapat memberikan keterangan
tentang pengalaman dan keadaan penyakit tertentu. Hal ini disebabkan karena
adanya berbagai faktor yang erat hubungannya dengan agama, misalnya perbedaan
makanan yang dinyatakan terlarang oleh agama atau ritual khusus keagamaan akan
menghindarkan mereka dari penyakit tertentu dan tingkat risiko terhadap
penyakit tertentu. Selain itu kemungkinan adanya isolasi sosial terhadap agama
tertentu, terutama agama minoritas di wilayah tertentu dapat mempengaruhi
proses timbulnya penyakit infeksi dan manifestasi setempat (Noor, 2008).
Mereka yang beragama non–Islam
biasanya memakan babi sehingga ada kemungkinan terserang trichiniasis, yaitu
penyakit pada seseorang yang terinfeksi trichinella spiralis. Wanita yang
suaminya non–Yahudi dan non–Islam bisanya tidak disunat sehingga berhubungan
seksual yang non–higienis dapat menimbulkan kanker leher rahim (Lapau, 2011).
e. Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai
pengaruh terhadap kesakitan (penyakit menular dan gangguan gizi) dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya
tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-desakan di dalam rumah
yang luasnya terbatas. Sehingga memudahkan penularan penyakit menular di
kalangan anggotanya. Keluarga yang besar, juga mungkin pula tidak dapat membeli
cukup makanan yang bernilai gizi atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011)
f. Jenis Pekerjaan
Peran
dalam menimbulkan penyakit melalui beberapa faktor, yakni :
a) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat
menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas beracun, radiasi,
benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan, dan sebagainya.
b) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah
dikenal sebagai faktor yang berperan pada timbulnya hipertensi, dan ulkus
lambung).
c) Ada tidaknya aktivitas fisik di dalam pekerjaan.
d) Karena berkerumuh dalam satu tempat yang relatif
sempit maka terjadi proses penularan penyakit antar para pekera.
e) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui
terkait pekerjaan di tambang.
Penelitian mengenai hubungan
jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di indonesia terutama pola
penyakit kronis, misalnya penyakit jantung koroner, tekanan darahtinggi, dan
kanker (Notoatmodjo, 2011).
g. Status Perkawinan
Status perkawinan mempunyai
peranan yang cukup penting, terhadap derajat keterpaparan maupun dalam hal
besarnya risiko dan pada derajat kerentanan. Dalam hal ini keterangan tentang
kawin/tidak kawin, cerai/janda/duda merupakan variabel dalam penentuan status
perkawinan. Variabel status perkawinan tersebut erat hubungannya dengan
lingkungan sosisal, kebiasaan hidup dan ketentuan hukum yang berlaku, yang
berhubungan dengan status Perkawinan, seperti boleh tidaknya berpoligami, mudah
tidaknya terjadi perceraian serta kebiasaan dan pandangan masyarakat terhadap
hidup sendiri (single) bagi laki-laki maupun bagi wanita.
Dalam hal ini, faktor agama dan faktor adat kebiasaan sangat erat hubungannya
dengan variabel status perkawinan, termasuk usia perkawinan. Variabel status
perkawinan sangat erat hubungannya dengan tingkat fertilitas dan dengan sifat
reproduksi (Noor, 2008).
h. Status Sosial Ekonomi
Kelas sosial adalah variabel yang
sering dilihat hubungannya dengan kesakitan atau kematian, variabel ini
menggambarkan tigkat kehidupan seseorang (Notoatmodjo, 2011).
Status sosial ekonomi sangat erat
hubungannya dengan pekerjaan dan jenis pekerjaan serta tempat tinggal,
kebiasaan hidup keluarga termasuk kebiasaan makan, dan sebagainya. Selain itu,
erat pula hubungannya pada faktor psikologi individu dan keluarga dalam
masyarakat (Noor, 2008).
Menurut penelitian di Uni Eropa,
menunjukkan bahwa faktor tunawismaadalah interaksi
antara faktor individu dan struktural. Individu termasuk kemiskinan, masalah
keluarga, kesehatan dan penyalahgunaan masalah mental. Ketersediaan perumahan
murah dianggap struktur yang paling penting bagi tunawisma (Fazel, 2014)
i.
Pendidikan
Tingkat pendidikan dengan
penyebaran penyakit dan kematian. Kelompok masyarakat dengan pendidikan yang
berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui cara-caramencegah penyakit
(Notoatmodjo, 2011).
j. Penghasilan
Seseorang kurang memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang
untuk membeli obat, membayar transpor, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011).
Jenis kelamin juga mempengaruhi penyebaran suatu
masalah kesehatan. Ada masalah kesehatan yang lebih banyak ditemukan pada
kelompok wanita saja, dan adapula masalah kesehatan yang lebih banyak ditemukan
pada kelompok pria saja. Adanya perbedaan penyebaran yang seperti ini dapat
disebabkan oleh bebrapa hal, yakni karena terdapatnya perbedaan anatomi dan
fisiologi antara wanita dengan pria, perbedaan kebiasaan hidup, tingkat
kesadaran berobat, kemampuan atau kriteria diagnostik beberapa penyakit, macam
pekerjaan (Azwar, 2001).
Tinggi proporsi penderita TB paru pada laki-laki
dibanding perempuan, salah satunya disebabkan oleh karena terdapatnya perbedaan
kebiasaan hidup antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa 32,3% penderita TB paru belum/tidak bekerja dan 30,6% penderita
TB paru bekerja sebagai wiraswasta.Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prihantana (2016) tentang hubungan antara
pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, bahwa 27,5% penderita TB paru tidak bekerja
atau sebagai ibu rumah tangga, dan persentase terbesar kedua adalah 22,5%
penderita TB paru bekerja disektor swasta atau wiraswasta.
Hubungan antara pekerjaan dengan masalah kesehatan,
pada dasarnya hubungan yang terjadi disebabkan oleh adanya risiko pekerjaan,
seleksi alamiah dalam memilih pekerjaan, perbedaan status sosial ekonomi (Azwar,
2001). Perbedaan macam pekerjaan yang dimiliki seseorang, menyebabkan
terdapatnya pula perbedaan status sosial ekonomi yang dimiliki. Adanya
perbedaan yang seperti ini menyebabkan terdapatnya perbedaan penyakit yang
dideritanya. (Azwar, 2001).
2. Variabel
Tempat
Menurut Noor (2008), keterangan tempat dapat bersifat : (1) keadaaan
geografi umpamanya daerah pegunungan, pantai, serta dataran rendah; (2) batas
adminitratif/politik umpamanya batas negara,provinsi,kabupaten,kecamatan.
Kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya mempunyai kecenderungan
ditemukan pada tempat-tempat tertentu. Umpamanya penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) lebih sering ditemukan di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, dan
hal ini erat hubungannya dengan sifat vektor dan lingkungan.
Sedangkan penyakit leptospirosis lebih sering terjadi di daerah
pertanian terutama daerah pertanian campur peternakan. Dalam analisis
epidemiologi maka adanya perbedaan keadaan atau frekuensi penyakit dalam
masyarakat berdasarkan tempat dapat timbul karena berbagai hal tertentu. Hal
tersebut antara lain:
a.
Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan
letak geografis,administrasi maupun keadaan urban terhadab rural.
b.
Perbedaan tersebut timbul karena unit ruang lingkup di
mana variabel internak akan bertambah pada ruang lingkup yang lebih luas.
c.
Perbedaan dan standar diagnosis yang digunakan maupun
perbedaan sistem pelaporan yang berlaku setempat, serta perbedaan situasi
geografis dan demografis pada pembagian administratif di berbagai tingkatan.
Faktor tempat dan pengaruh lingkungan yang ada di dalamnya meliputi
lingkungan biologis, kimiawi, fisik dan sosial sangat penting artinya dalam
analisis faktor tempat (Noor, 2008).
a. Lingkungan biologis
Gambaram tempat sebagai penyebab penyakit yang paling mudah dimengerti
adalah ciri iklim dan ekologi yang menentukan jenis flora dan fauna yang
terdapat di tempat tersebut. Ciri tersebut dapat mempengaruhi pola penyakit
dengan melalui suhu,kelembaban dan kondisi lain yang sesuai untuk hidupnya
parasit penyebab penyakit yang hidup di luar tubuh manusia.
b. Lingkungan Kimiawi dan Lingkungan Fisik
Sebagai lingkungan kimiawi terdapat dua jenis bahan kimia utama yaitu air
dan udara. Air merupakan faktor yang dapat mempngaruhi terjadinya penyakit
seperti kandungan mineralnya ( yodium, fluor, tembaga dan seng). Kekurangan zat
yodium dalam air minum dapat menimbulkan penyakit gondok endemis. Lingkungan
fisik yang berpengaruh terutama pada suhu udara di ketinggian suatu tempat
mempengaruhi tekanan oksigen setempat.
c. Lingkungan Sosial
Kemajuan kehidupan sosial di suatu lingkungan sosial
merupakan faktor penentu utama terhadap lingkungan biologis, kimiawi, fisik,
yang menimbulkan pemaparan terhadap penduduk. Lingkungan sosial merupakan
penentu sifat dan jumlah fauna dan flora yang ada di lingkungan tersebut,
adanya reservoir serta vektor yang menyebarkan penyakit, adanya
pencemaran serta jenis dan tingkat pencemaran fisik dan kimiawi pada udara dan
air. Dengan demikian, sifat kehidupan sosial masyarakat pada suatu daerah
tertentu dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan yang berhubungan dengan
status kesehatan dan pola penyakit setempat.
3.
Variabel waktu
Waktu sebagai elemen dasar dalam ukuran
epidemiologi dan sebagai pertimbangan dasar dalam
investigasi digunakan untuk mengetahui penyebab penyakit (etiologi),
ketidakmampuan dan kondisi. Suatu episode penyakit dapat dialokasikan
berdasarkan dimana terjadinya (tempat) dan berdasarkan waktu terjadinya dan
keduanya sama pentingnya. Jika elemen tempat dan waktu berpadu dalam suatu KLB
penyakit, perpaduan itu akan sangat berguna untuk memperlihatkan hubungan
etiologis (Timmreck, 2004).
Perubahan berbagai faktor dari waktu ke waktu seperti perubahan jumlah dan
komposisi umur penduduk, perubahan lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis
dan sosial, perubahan kriteria penyakit dan alat diagnosis yang semakin canggih
dan kemajuan cara pengobatan maupun berbagai teknologi kedokteran (Noor,2008).
a. Perubahan dalam Waktu Singkat
Keadaan epidemi dapat bersifat singkat yang biasanya disebut common source
atau point epidemic yakni keadaan timbulnya wabah secara mendadak ynag terfokus
pada limit waktu sesuai masa tunas terpanjang penyakittersebut, dengan titik
awal pada saat penyebab timbul atau mulainya keterpaparan. Hal tersebut
biasanya ditemukan pada gangguan kesehatan yang berkaitan dengan pemaparan
organisme biologis atau unsur kimiawi melalui udara, makanan, air atau kontak
kulit.
b. Perubahan
yang Terjadi Secara Periodik
Perubahan secara periodik yang biasanya merupakan variasi siklis pada
frekuensi penyakit sangat penting dalam analisis epidemiologi. Fluktuasi
penyakit menurut musim erat hubungannya dengan keadaan musimann flora dan fauna
di lingungan sekitar, dan mempunyzi pengaruh dan efek yang cukup besar pada
penyakit tertentu. Hal ini telah banyak diamati dan diteliti dalam upaya
menerangkan adanya perubahan secara periodik dari rate berbagai
penyakit tersebut.seperti halnya pada penyakit demam berdarah dengue yang
berkaitan dengan populasi nyamuk pada perubahan musim serta penyakit asma yang
mengalami perubahan pada musim tertentu.
c. Perubahan
Secara Sekular
Perubahan sekular adalah perubahan yang terjadi sedikit demi sedikit dalam
jangka waktu lama yang biasanya terjadi setelah sekian tahun ( 5-10 tahun atau
lebih) yang menampakkan perubahan keadaan penyakit kematian yang cukup berarti,
dalam interaksi atantara pejamu/orang, penyebab/agent, dan lingkungan.
Perubahan semacam ini dapat timbul karena berbagai sebab seperti variasi cara
diagnosis karena kemajuan ilmu dan perkembangan alatdiagnosisi,perubahan sistem
pengobatan dan perawatan yang lebih maju sesusi dengan kemajuan perkembangan
ilmu kedokteran, perubahan sifat penyakit (perubahan keganasan) maupun perubaan
kriteria penyakit/klasifikasi penyakit serta perubahan cara pencatatan dan
pelaporan yang lebih lengkap dengan alat yang lebih canggih.
Menurut Noor (2008), terdapat beberapa kegunaan dari karakteristik waktu
anatara lain:
1)
Dapat digunakan dalam menentukan masa tunas penyakit
menular tertentudan masa penularan rata-rata penyakit tersebut (period of
communicability).
2)
Dapat memberikan gambaran tentang waktu kejadian dan
waktu keterpaparan serta peristiwa yang mempengaruhi tingakat kerentanan khusus
suatu penyakit tertentu, umpamanya kegiatan tonsilektomi yang erat hubungannya
dengan terjadinya wabah polio dalam masyarakat.
3)
Efek dari koho kelahiran dalam masa yang relatif
singkat yang mempengaruhi keadaan penyakit dalam masyarakat (umpamanya pengaruh
imunisasi terhadap perubahan pola penyakit polio).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Epidemiologi
deskriptif mempelajari kejadian dan distribusi penyakit. Kejadian
penyakit dapat dipelajari melalui riwayat alamiah penyakit. Dalam epidemiologi
deskriptif, distribusi penyakitnya menurut variabel variabel orang, waktu dan
tempat.
2.
Epidemiologi deskriptif juga merupakan studi epidemiologi
yang bertujuan menggambarkan pola distribusi penyakit dan determinan penyakit
menurut orang, tempat, dan waktu.
3.
Variabel manusia meliputi; umur, jenis kelamin, kelompok
etnik, agama, struktur keluarga, jenis pekerjaan, status perkawinan, status
ekonomi sosial, dan penghasilan.
4.
Variabel tempat meliputi; lingkungan biologis, lingukngan
kimiawi, lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
5.
Variabel waktu meliputi; perubahan dalam waktu singkat,
perubahan secara periodik, dan perubahan secara sekular.
B. Saran
Bahwa penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak
kekurangan, maka kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan agar lebih
baik ke depannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Gulo. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Beaglehole, R. 2007. Dasar-dasar Epidemiologi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Rajab, Wahyudin.2009.Buku
Ajar Epidemiologi.Jakarta : EGC.
Arias, Kathleen Meehan.2009.Investigasi
dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.Jakarta : EGC.
Azwar, A. (2001). Pengantar Epidemilogi.
Jakarta. Binarupa Aksara
Prihantana,Anna Silvia. Sri Saptuti
Wahyuningsih. (2016). Hubungan Antara Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan
Pengobatan pada Pasien Tuberkolusis di RSUD dr. Soehadi Prijonegiri Sragen.
Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, Volume II Nomor 1
Lapau, Buchari.2011.Prinsip
dan Metode Epidemiologi.Jakarta : FKUI.
Noor, Nur Nasry.2008.Epidemiologi.
Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo.2011.Kesehatan
Masyarakat : Ilmu dan Seni.Jakarta : Rineka Cipta
Noor, Nur Nasry.2008.Epidemiologi. Jakarta :
Rineka Cipta.
Timmreck, T. C. 2004. Epidemiologi Suatu
Pengantar Edisi Kedua (Mulyana Fauziah dkk, Penerjemah). Jakarta: EGC.