Makalah Penyakit Kusta Terbaru!

TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULAIH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR
“PENYAKIT KUSTA”


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
1.       Distribusi Penyakit Kusta di Dunia
Tabel 1. Situs kusta menurut regional WHO pada tahun 2015
No
Regional WHO
Jumlah kasus baru yang ditemukan
Case Detection Rate
Jumlah kasus kusta terdaftar awal tahun 2015
Prevalensi awal tahun 2015
1
Afrika
20.004
2,6
20.564
0.27
2
Amerika
28.806
3,2
27.955
0,31
3
Mediterania timur
2.167
0,34
2.865
0,05
4
Asia Tenggara
156.118
8,1
117.451
0,61
5
Pasifik Barat
3.645
0,2
5.733
0,03
6
Eropa
18
0,004



Total
210.758
3,2
174.608
0,29
Sumber data: WHO, Weekly Epidemiological Report,  September 2016
Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2015 adalah sekitar 210.758. berdasarkan data di atas jumlah paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (156.118) diikuti oleh Amerika (28.806) dan Afrika (20.004), dan sisanya berada di regional lain (www.who.int, Leprosy Fact sheet, update januari 2018)

Seperti terlihat pada tabel diatas, terdapat 14 negara yang melaporkan 1000 atau lebih kaus baru selama tahun 2015. Empat belas Negara ini mempunyai kontribusi 94,89% dari seluruh kasus baru di duni. Dari tabel diatas terlihat bahwa secara global terjadi penurunan kasus baru, akan tetapi beberapa Negara seperti Bangladesh, Kongo, Ethiopia, dan Indonesia mengaalami peningkatan kasus baru. Selain itu, Mozambiq yang pada tahun 2013 dan 2014 sudah tidak memiliki kasus, kembali memiliki jumlah kasus baru kusta ditahun 2015.

2.      Distribusi Penyakit Kusta di Indonesia
Indonesia telah mencapai eliminasi kusta, yaitu prevalensi kusta <1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk), pada tahun 2000. Setelah itu Indonesia masih bisa menurunkan angka kejadian kusta meskipun relatif lambat. Angka prevalensi kunta di Indonesia pada tanun 2017 sebesar 0,70 kasus/10.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru sebesar 6,08 kasus per 100.000 penduduk, selain itu ada beberapa provinsi yang prevalensinya masih di atas 1 per 10.000 penduduk. Angka prevalensi ini belum bisa dinyatakan bebas kusta dan terjadi di beberapa provinsi di Indonesia.
Berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban kusta tinggi (high burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut high burden jika NCDR ( New Case detection: angka penemuan kasus baru) >10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1000 kasus.

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa di antara tahun 2015-2016 sebanyak 11 provinsi (32,35%) termasuk dalam beban kusta tinggi. Sedangkan 23 provinsi lainnya (67,65%) termasuk dalam beban kusta rendah. Hamper seluruh provinsi di bagian timur Indonesia merupakan daerah dengan beban kusta tinggi. Selama periode 2015-2016 Jawa Timur merupakan satu-satunya provinsi di bagian Barat Indonesia dengan angka beban kusta tinggi. Kemudian pada tahun 2017 timur mengalami penurunan menjadi kategori angka beban kusta rendah sehingga hanya 10 provinsi yang memiliki kategori beban kusta tinggi.

B.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui apa itu penyakit kusta
2.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit kusta
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara penularan penyakit kusta
4.      Untu mengetahui tanda dan gejala yang disebabkan oleh penyakit kusta
5.      Untuk mengetahui bagaimana tindakan pengobatan dan cara pencegahannya


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Pengertian Penyakit Kusta
Penyakit kusta atau yang biasa dikenal dengan dengan Morbus Hansen atau lepra adalah infeksi kulit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (basil tahan asam). Infeksi penyakit kusta didapat melalui transmisi M. leprae dalam secret hidung dan ulkus kulit dari pasien lepromatosa melalui mukosa saluran pernapasan atau kulit yang luka. Infeksi ini menyerang saraf tepi dan kulit, kemudian saluran pernapasan atas, dan bias juga menyerang organ lain kecuali otak. Kusta adalah salah satu penyakit yang ditakuti karena dapat menyebabkan kecacatan, mutilasi (misalnya terputusnya salah satu anggota gerak seperti jari), ulserasi (luka borok), dan lainnya. Infeksi kulit ini disebabkan karena adanya kerusakan saraf besar di wajah, anggota gerak, dan motorik, diikuti rasa baal yang disertai kelumpuhan otot dan pengecilan massa otot.  Terdapat derajat resistensi alamiah yang tinggi terhadap penyakit ini dan 90% orang yang terpajan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. (White, T. Mayon, dkk, 2004)
M. leprae termasuk bakteri tahan asam yang bersifat Gram-positif. Kuman ini tidak membentuk spora, tidak bergerak dan mempunyai bermacam bentuk (pleomorfik). Morfologi bakteri ini mirip Mycobacterium tuberculosis kuman penyebab tuberculosis (TBC). M. leprae belum dapat dibiakkan pada medium buatan. (Soedarto, 2017).
B.     Penyebab Kusta
Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta atau Microbacterium Leprae yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Masa membelah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini menyebabkan salah satu penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 2-5 tahun dan kebanyakan pasien mendapat infeksi sewaktu masa kanak-kanak.
  Kusta adalah penyakit menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Microbacterium Leprae) yang primer menyerang syaraf tepid an yang sekunder menyerang kulit dan yang lain kecuali susunan syaraf pusat. Bila tidak ditangani secara cepat dan tepat, maka penyakit ini akan berlanjut dan bisa menyebabkan kecacatan (Suparni, Siti Fadilah. 2008).
C.     Patofisiologi
Saluran napas bagian atas dan kulit dari penderita tipe lepromatos telah terbukti merupakan sumber keluarnya M.Leprae.  kuman kusta banyak ditemukan di mukosa hidung manusia. Kerokan hidung dari penderita tipe Lapromatosa yang tidak diobati menunjukan jumlah kuman sebesar 104 -1010 setelah keluar dari mukosa hidung dalam kondisi tropis kuman kusta dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia sampai dengan 9 hari (Depkes RI, 2007)
D.     Cara Penularan            
Kusta atau lepra hanya dapat ditularkan melalui kontak erat dalam waktu lama dengan penderita lepra yang berada pada stadium reaktif. Penularan ini sering terjadi di lingkungan keluarga, misalnya antara ibu penderita lepra dengan anaknya atau suaminya. Anak-anak lebih sering terinfeksi kuman lepra disbanding orang dewasa. (Soedarto, 2017). Hal ini juga dimungkinkan terjadi jika seseorang terpapar cairan hidung orang yang mengalami kusta. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lender hidung yang dikeluarkan melalui lender hidung pada klien kusta yang tidak diobati, dan basil tersebut dapat hidup selamatujuh hari pada lender hidung yang kering (Chin, 2000). Penularan kusta juga dapat terjadi melalui kulit yakni kontak langsung yang lama dan erat. Selian itu ulkus kulit pada klien kusta tipe multibacillary juga dapat menjadi sumber penyebaran basil (Chin, 2000).
            Menurut Manjoer (dalam Sutanto et al., 2013) M.laprae sering berkembang pada tubuh manusia yang mempunyari suhu lebih rendah, seperti daerah akral dan vaskularisasi yang sedikit. Jaringan tubuh yang dingin tersebut antara lain area superfisial termasuk kulit, saraf tepi, hidung, laring, faring, mata, dan testis (Jawets, dalam Sutanto et al., 2013). M. Lepra yang terdapat dalam secret hidung dan ulkus kulit dari pasien lepromatosa kemungkinan dapat masuk melalui saluran pernapasan atas dan juga melalui kulit yang terluka (Mandala et al,. 2018).

D.    Gejala
Masa inkubasi lepra berlangsung lama, antara beberapa minggu sampai 12 tahun. Kelainan kulit merupakan gejala pertama yang sering dijumpai. Lepra indeterminate merupakan manifestasi paling awal, tampak pada sebagian kecil pasien: lesi kecil pucat pada bagian tubuh manapun, tanpa gangguan sensorik, dan menyembuh secara spontan. Pasien lain mengalami salah di bawah ini (White, T. Mayon, dkk, 2004) :
1.      Lepra tuberkuloid
Pada lepra tuberkuloid gejala awal yang tampak berupa kelainan sensorik, kelainan sensorik dan kelainan trofik pada alat gerak penderita. Kelainan kulit pada lepra tuberkuloid berbeda jelas dari kulit normal di sekitarnya. Lesi kulit lepra tuberkuloid tidak peka terhadap rasa nyeri dan rasa raba.(Soedarto, 2017)
2.      Lepra lepromatus
Gejala lepra jenis lepromatus diawali dengan terjadinya macula pre-lepromatus berupa eritema dengan batas tidak jelas dengan kulit normal di sekitarnya. Lesi berkembang menjadi macula lepromatus yang difus dan infiltrative dan terutama mula-mula terbentuk di daerah wajah dan lobus telinga. Lepra lepromatus dapat juga berlangsung akut dengan demam berulang, nyeri sepanjang saraf perifer, lalu timbul kelainan kulit yang segera menghilang kembali. Kerusakan saraf perifer menimbulkan gangguan gerak otot dan kelemahan otot disertai hilangnya kemampuan sensorik dan rasa raba. Rasa tebal atau hilangnya rasa raba terutama terjadi pada lengan, tangan dan kaki. Penderita lepra dapat kehilangan fungsi tangan dan kakinya. (Soedarto, 2017)
3.      Lepra borderline
Lepra borderline berada di Antara tuberkuloid dan lepromatosa dengan gambaran klinis campuran. Kesadaran penyakit tidak stabil dan dapat berubah ke arah kedua tipe tersebut. (White, T. Mayon, dkk, 2004)
E.     Diagnosis
Diagnosis lepra ditegakkan bila pasien memiliki satu atau lebih manifestasi berikut :
-         Lesi kulit hipopigmentasi atau kemerahan.
-         Keterlibatan saraf perifer, seperti yang ditunjukkan oleh penebalan dengan gangguan sensasi.
-         Apusan kulit positif untuk basil tahan asam.
-         Histologi yang khas pada biopsi kulit dan saraf bersifat diagnostik namun mungkin tidak dapat menyimpulkan. Metode imunohistopatologis dapat terbukti lebih dapat dipercaya.
-         PCR dan DNA sangat sensitif dan spesifik namun saat ini hanya digunakan sebagai alat penelitian. (White, T. Mayon, dkk, 2004)
Diagnosis lepra dipastikan apabila ditemukan kuman lepra pada pemeriksaan mikroskopis atas kerokan kulit. Selain itu, uji lepromin pada kulit dapat membantu menegakkan diagnosis lepra. .(Soedarto, 2017)
F.      Pengobatan
Berbagai obat telah digunakan untuk mengobati penderita lepra yaitu Diamino Difenil Sulfon (DDS, Dapsone), Rifampisin, Clofazimin (Lamprene) dan Thalidomide. Jika terjadi komplikasi sesuai dengan jenisnya dilakukan tindakan bedah ortopedik untuk memperbaiki fungsi gerak penderita atau trakeotomi jika terjadi gangguan pernapasan akibat kelumpuhan saraf terkait. (Soedarto, 2017)
Pengobatan lepra multibasiler (lepromatosa, lempromatosa bordeline) dilakukan dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan dapson selama 2 tahun, sedangkan pengobatan Lepra pausibasiler (tuberkuloid, tuberkuloid borderline) dilakukan dengan pemberian rifampisin dan dapson selama 6 bulan. Pengobatan harus dilanjutkan selama terjadinya tipe reaksi apapun yang ditambah dengan :
-         Tipe 1 : kortikosteroid
-         Tipe 2 : aspirin atau klorokuin (ringan) dan kortikosteroid dan talidomid (berat, namun tidak diberikan pada wanita usia reproduksi). (White, T. Mayon, dkk, 2004)

G.    Pencegahan
Pencegahan penyakit kusta dapat dilakukan dengan :
1.      Periksa secara teratur anggota keluarga dan anggota dekat lainnya untuk tanda-tanda lepra.
2.      Vaksin Bacille Calmette-Guerin memberikan suatu perlindungan terhadap lepra. (White, T. Mayon, dkk, 2004)
3.      Kontak erat penderita lepra dengan keluarganya terutama pada waktu penderita berada pada stadium reaktif. Penderita lepra yang tidak diobati merupakan sumber penularan bagi orang lain.
4.      Memperbaiki lingkungan hidup dan kebersihan pribadi dapat mengurangi terjadinya penularan dan penyebaran lepra.(Soedarto, 2017).

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Penyakit kusta atau yang biasa dikenal dengan dengan Morbus Hansen atau lepra adalah infeksi kulit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (basil tahan asam). Penyakit kusta merupakan penyakit menahun. Karena kuman ini memerlukan waktu untuk membelah diri sekitar 12-21 hari. Hal ini menyebabkan salah satu penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 2-5 tahun dan kebanyakan pasien mendapat infeksi sewaktu masa kanak-kanak. Penularan kusta dapat terjadi melalui kulit yakni kontak langsung yang lama dan erat. Selian itu ulkus kulit pada klien kusta tipe multibacillary juga dapat menjadi sumber penyebaran basil. Basil dikeluarkan melalui lender hidung pada klien kusta yang tidak diobati. M.laprae sering berkembang pada tubuh manusia yang mempunyari suhu lebih rendah. Kelainan kulit merupakan gejala pertama yang sering dijumpai.






DAFTAR PUSTAKA
Suparni, Siti Fadilah. 2008. Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sodik, M. Ali. 2016. Leprosy Patients In Public Preception: A qualitative Study of Patient Confidence (dis) In the Community: Jurnal kesehatan vol 1. Semarang: Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku.
White, T. Mayon, dkk. 2004. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga.
Soedarto. 2017. Ensiklopedi Penyakit Infeksi. Jakarta: Sagung Seto
Chin, J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. [Serial online].
http://nyomankandun.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/manual_p2m.pdf. [13 Oktober 2015].
Supari, Siti Fadilah. 2008. Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Load disqus comments

0 Comments